Jumat, 10 September 2010

Dikira Kancil, Teman Sendiri Ditembak

Tidak ada firasat jelek sedikit pun dibenak Ponidi,29, warga transmigrasi di Satuan Pemukiman (SP) Natuna, saat diajak teman sebayanya Hartois (28), untuk berburu pelanduk (kancil, red) di hutan tak jauh dari rumahnya, Kamis (13/5) lalu sekitar pukul 21.00 WIB.
Saat berada dalam hutan mereka berpencar, posisi Ponidi dan Hartois hanya berjarak sekitar sepuluh meter. Berbekal senjata angin sebagai alat berburu, mereka berdua saling mengendap untuk mengincar buruannya.
Hartois yang berada di atas bukit tiba-tiba mendengar suara. Hanya mengandalkan insting dan ketajaman pendengaran, suara yang ada di hadapannya dikira Hartois adalah kancil.
Meskipun dalam keadaan gelap, seperti biasa mereka mampu melihat dan mendengar secara tajam keberadaan kancil saat berburu. Namun kali ini, perkiraannya meleset.
Dengan sekali tarik pelatuk senapan angin milik Hartois ke arah sasaran, sejurus kemudian teriakan pun terdengar dari mulut temannya sendiri Ponidi. Peluru berukuran sebesar kacang kedelai itu, menebus leher bagian kanan dan bersarang di paru-paru.
”Kawan saya kira saya pelanduk. Waktu kena tembak saya langsung lemas dan keluar keringat dingin. Setelah lima menit saya tak bisa berdiri. Teman saya langsung bawa saya ke sini (RSUD),” tuturnya.
Sementara itu ahli bedah RSUD Natuna dr Hassan Nur yang menangani Ponidi mengatakan, kondisi pasien saat ini sudah mulai berangsur membaik. Berdasarkan hasil rontgen, peluru yang bersarang di tubuh pasien tepat berada di dinding paru-paru sebelah kanan. ”Peluru dari leher langsung tembus ke dada dan bersarang di dinding paru-paru. Dan mengakibatkan paru-paru bocor dan mengeluarkan angin,” terangnya.
Untuk itu lanjut Hassan, ia membuat lubang di bagian dada sebelah kanan yang menyambungkan langsung ke paru-paru, menggunakan selang untuk membantu mengeluarkan angin.”Supaya kondisi paru-parunya stabil, kita buatkan lubang untuk membuang angin dari paru-paru yang bocor,” jelasnya.
Selanjutnya untuk melakukan operasi pengangkatan peluru, pihak RSUD Natuna belum memiliki alat. Pasien harus dirujuk ke rumah sakit lain di luar Natuna. Operasi ini sangat berisiko. Bukan hanya mengambil peluru, tapi karena kondisi paru-parunya bocor.
”Alat di sini (RSUD) belum ada. Jadi pasien harus dirujuk ke rumah sakit di luar Natuna. Karena ini bukan sekadar mengambil peluru, tapi ada kebocoran di paru-paru,” tukasnya. Kini Ponidi hanya bisa pasrah dengan keadaan dan berharap ada dermawan yang terketuk hatinya untuk membantu biaya pengobatan. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar