Kamis, 25 Maret 2010

PERATURAN PEMERINTAH (PP) Tentang PERBURUAN SATWA BURU

PP 13/1994, PERBURUAN SATWA BURU........
Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 13 TAHUN 1994 (13/1994)
Tanggal: 16 APRIL 1994 (JAKARTA)
Sumber: LN 1994/19; TLN NO. 3544
Tentang: PERBURUAN SATWA BURU

Indeks:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa satwa merupakan sebagian sumber daya alam yang tidak ternilai harganya, sehingga kelestariannya perlu dijaga agar tidak punah karena kegiatan perburuan;
b. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dan sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor REFR DOCNM="90uu005">5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kegiatan perburuan perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah;
Mengingat: 1. Pasal REFR DOCNM="uud45" TGPTNM="ps5(2)">5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="60prp020">20 Prp Tahun 1960 tentang Kewenangan Perizinan Yang Diberikan Menurut Perundang-undang Mengenai Senjata Api (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1994);
3. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="67uu005">5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
4. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="74uu005">5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
5. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="82uu004">4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
6. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="90uu005">5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
7. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="90uu009">9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427);
8. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="92uu024">24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBURUAN SATWA BURU.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Berburu adalah menangkap dan/atau membunuh satwa buru termasuk mengambil atau memindahkan telur-telur dan/atau sarang satwa buru.
2. Perburuan adalah segala sesuatu yang bersangkut paut dengan kegiatan berburu.
3. Pemburu adalah orang atau kelompok orang yang melakukan kegiatan berburu.
4. Satwa buru adalah jenis satwa liar tertentu yang ditetapkan dapat diburu.
5. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat diselenggarakan perburuan secara teratur.
6. Kebun buru adalah lahan di luar kawasan hutan yang diusahakan oleh badan usaha dengan sesuatu alas hak, untuk kegiatan perburuan.
7. Pengusahaan kebun buru dan taman buru adalah suatu kegiatan untuk menyelenggarakan perburuan, penyediaan sarana dan prasarana berburu.
8. Areal buru adalah areal di luar taman buru dan kebun buru yang di dalamnya terdapat satwa buru yang dapat diselenggarakan perburuan.
9. Musim buru adalah waktu tertentu yang ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya untuk dapat diselenggarakan kegiatan berburu.
10. Akta Buru adalah akta otentik yang menyatakan bahwa seseorang telah memiliki/menguasai kemampuan dan ketrampilan berburu satwa buru.
11. Surat Izin Berburu adalah surat yang diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang menyebut pemberian hak untuk berburu kepada orang yang namanya tercantum di dalamnya.
12. Hasil buruan adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan berburu yang berwujud satwa buru baik hidup maupun mati atau bagian-bagiannya.
13. Izin pengusahaan taman buru adalah izin untuk mengusahakan kegiatan berburu serta sarana dan prasarananya di taman buru.
14. Izin usaha kebun buru adalah izin yang diberikan untuk mengusahakan kegiatan berburu serta sarana dan prasarananya di kebun buru.
15. Pungutan akta buru adalah pungutan yang dikenakan kepada seseorang untuk memperoleh akta buru sebagai pengganti biaya-biaya administrasi.
16. Pungutan izin berburu adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin berburu sesuai dengan jumlah dan jenis satwa buru yang diizinkan untuk diburu.
17. Pungutan izin pengusahaan taman buru adalah pungutan yang dikenakan kepada calon pemegang izin pengusahaan taman buru.
18. Pungutan izin usaha kebun buru adalah pungutan yang dikenakan kepada calon pemegang izin usaha kebun buru.
19. Iuran hasil usaha perburuan adalah iuran yang dikenakan kepada pemegang izin pengusahaan taman buru atau pemegang izin usaha kebun buru yang dikenakan dari hasil usahanya sekali setiap tahun.
20. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab bidang kehutanan.
Pasal 2
Perburuan satwa buru diselenggarakan berdasarkan asas kelestarian manfaat dengan memperhatikan populasi, daya dukung habitat, dan keseimbangan ekosistem.
BAB II
SATWA BURU, TEMPAT DAN MUSIM BERBURU
Bagian Kesatu
Satwa Buru
Pasal 3
(1) Satwa buru pada dasarnya adalah satwa liar yang tidak dilindungi.
(2) Dalam hal tertentu, Menteri dapat menentukan satwa yang dilindungi sebagai satwa buru.
(3) Satwa buru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digolongkan menjadi :
a. burung;
b. satwa kecil;
c. satwa besar.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggolongan satwa buru sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 4
(1) Jumlah satwa buru untuk setiap tempat berburu ditetapkan berdasarkan keadaan populasi dan laju pertumbuhannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan jumlah satwa buru diatur oleh Menteri.
Pasal 5
(1) Di taman buru dan kebun buru dapat dimasukkan satwa liar yang berasal dari wilayah lain dalam Negara Republik Indonesia untuk dapat dimanfaatkan sebagai satwa buru.
(2) Pemasukan satwa liar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak mengakibatkan terjadinya polusi genetik;
b. Memantapkan ekosistem yang ada;
c. Memprioritaskan jenis satwa yang pernah dan/atau masih ada di sekitar kawasan hutan tersebut.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan satwa liar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
Bagian Kedua
Tempat dan Musim Berburu
Pasal 6
(1) Tempat berburu terdiri dari :
a. Taman Buru;
b. Areal Buru;
c. Kebun Buru.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai lokasi buru di areal buru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 7
(1) Berburu di taman buru dan areal buru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b hanya dapat dilakukan pada musim berburu.
(2) Penetapan musim berburu dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut :
a. keadaan populasi dan jenis satwa buru;
b. musim kawin;
c. musim beranak/bertelur;
d. perbandingan jantan betina;
e. umur satwa buru.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan musim berburu diatur oleh Menteri.
Pasal 8
(1) Dalam situasi terjadi peledakan populasi satwa liar yang tidak dilindungi sehingga menjadi hama dilakukan tindakan pengendalian melalui pemburuan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pengendalian keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
BAB III
ALAT BERBURU
Pasal 9
(1) Alat berburu terdiri dari :
a. senjata api buru;
b. senjata angin;
c. alat berburu tradisional;
d. alat berburu lainnya.
(2) Penggunaan alat berburu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disesuaikan dengan jenis satwa buru.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
BAB IV
AKTA BURU DAN IZIN BERBURU
Pasal 10
(1) Akta buru terdiri dari :
a. akta buru burung;
b. akta buru satwa kecil;
c. akta buru satwa besar.
(2) Untuk memperoleh akta buru harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. berumur minimal 18 tahun;
b. telah lulus ujian memperoleh akta buru;
c. membayar pungutan akta buru.
(3) Akta buru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat hal-hal sebagai berikut :
a. identitas pemburu;
b. masa berlaku akta buru;
c. golongan satwa buru.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai akta buru diatur oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 11
(1) Akta buru dapat diberikan kepada calon pemburu setelah yang bersangkutan lulus ujian untuk memperoleh akta buru yang diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia bersama Departemen yang mengurus bidang kehutanan.
(2) Ketentuan lebih lanjut untuk memperoleh akta buru diatur oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 12
(1) Berburu hanya dapat dilakukan setelah pemburu mendapat surat izin berburu.
(2) Untuk memperoleh surat izin berburu harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki akta buru;
b. membayar pungutan izin berburu.
(3) Tata cara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 13
Bagi Pemburu warga negara asing yang telah memiliki akta buru atau surat keterangan sebagai pemburu dari negara asalnya tidak perlu memperoleh akta buru.
Pasal 14
Bagi masyarakat setempat yang melaksanakan pemburuan tradisional tidak perlu memiliki akta buru, pemandu buru, dan membayar pungutan izin berburu.
Pasal 15
(1) Surat izin berburu memuat hal-hal sebagai berikut :
a. nomor akta buru;
b. identitas pemburu;
c. jenis dan jumlah satwa buru yang akan diburu;
d. alat berburu;
e. tempat berburu;
f. masa berlaku izin berburu;
g. ketentuan larangan dan sanksi bagi pemburu.
(2) Surat izin berburu tidak dapat dipindahtangankan atau dipergunakan oleh orang lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN PEMBURU
Pasal 16
(1) Pemburu yang telah mendapat izin berburu berhak :
a. berburu di tempat yang ditetapkan dalam surat izin berburu;
b. memiliki dan membawa hasil buruan.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b diatur oleh Menteri.
Pasal 17
Pemburu yang melakukan kegiatan berburu wajib :
a. memiliki izin berburu;
b. menggunakan alat yang tercantum dalam izin berburu;
c. melapor kepada pejabat Kehutanan dan Kepolisian setempat pada saat akan dan setelah selesai berburu;
d. memanfaatkan hasil buruan yang diperoleh;
e. didampingi pemandu buru;
f. berburu di tempat yang ditetapkan dalam izin berburu;
g. berburu satwa buru sesuai dengan jenis dan jumlah yang ditetapkan dalam surat izin berburu;
h. memperhatikan keamanan masyarakat dan ketertiban umum.
Pasal 18
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan perintah kepada petugas untuk berburu dalam rangka :
a. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
b. pengendalian hama dan penyakit;
c. mengatasi gangguan satwa yang membahayakan kehidupan manusia;
d. pengendalian populasi.
(2) Petugas yang mendapat perintah dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan berburu wajib :
a. memiliki surat perintah;
b. memiliki akta buru;
c. melaporkan kepada pejabat Kehutanan dan Kepolisian setempat;
d. berburu di tempat yang ditunjuk dalam surat perintah;
e. berburu satwa buru sesuai dengan jenis dan jumlah yang tercantum dalam surat perintah;
f. melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada yang menerbitkan surat perintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 19
(1) Hasil buruan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b dapat berupa satwa hidup maupun mati dan atau bagian-bagiannya dan/atau hasil dari satwa buru.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 20
(1) Perburuan tidak boleh dilakukan dengan cara :
a. menggunakan kendaraan bermotor atau pesawat terbang sebagai tempat berpijak;
b. menggunakan bahan peledak dan/atau granat;
c. menggunakan binatang pelacak;
d. menggunakan bahan kimia;
e. membakar tempat berburu;
f. menggunakan alat lain untuk menarik atau menggiring satwa buru secara massal;
g. menggunakan jerat/perangkap dan lubang perangkap;
h. menggunakan senjata api yang bukan untuk berburu.
(2) Untuk kepentingan penelitian, Menteri dapat menetapkan pengecualian terhadap ketentuan dalam ayat (1) huruf c, huruf f, dan huruf g.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.
BAB VI
PENGUSAHAAN TAMAN BURU
Bagian Kesatu
Pengusahaan Taman Buru
Pasal 21
Pengusahaan taman buru dilakukan berdasarkan asas konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 22
(1) Pengusahaan taman buru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk badan hukum.
(2) Pengusahaan taman buru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan izin.
(3) Pengusahaan taman buru diberikan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menangani urusan kepariwisataan dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur oleh Menteri.
Pasal 23
(1) Pengusahaan taman buru meliputi usaha perburuan serta penyediaan sarana dan prasarana perburuan.
(2) Pengusahaan taman buru tidak memberikan hak pemilikan dan penguasaan atas kawasan taman buru.
Pasal 24
(1) Pengusahaan taman buru diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.
(2) Pengusahaan taman buru yang jangka waktunya telah berakhir dapat diperpanjang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perpanjangan izin pengusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 25
(1) Pengusaha taman buru tidak dapat mengagunkan kawasan taman buru yang diusahakannya.
(2) Izin pengusahaan taman buru tidak dapat dipindahtangankan pada pihak lain tanpa persetujuan Menteri.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pengusaha Taman Buru
Pasal 26
Pengusaha taman buru berhak untuk :
a. mengelola kegiatan sesuai dengan yang tercantum dalam izin pengusahaannya;
b. menerima imbalan dari pengunjung yang menggunakan jasa yang diusahakannya.
Pasal 27
Pengusaha taman buru wajib :
a. membuat dan menyerahkan rencana karya pengusahaan kepada Menteri;
b. melaksanakan kegiatan secara nyata dalam waktu 12 bulan sejak hak diberikan;
c. penyediaan sarana dan prasarana perburuan sesuai dengan rencana karya yang telah disahkan;
d. mempekerjakan tenaga ahli sesuai dengan jenis kegiatan usaha yang dikelolanya;
e. mengikutsertakan masyarakat di sekitar taman buru dalam kegiatan usahanya;
f. membuat dan menyampaikan laporan kegiatan pengusahaan secara berkala atas pelaksanaan usahanya kepada Menteri;
g. merehabilitasi kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan pengusahaannya;
h. menjamin keamanan dan ketertiban para pengunjung;
i. turut menjaga kelestarian fungsi taman buru dan satwa yang terdapat didalamnya;
j. melaksanakan penangkaran satwa buru untuk memenuhi kepentingan perburuan yang diusahakan;
k. memantau dan menanggulangi adanya penyakit hewan menular dan penyakit zoonosis serta melaporkan kepada instansi yang berwenang;
l. berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat sekitar taman buru.
Pasal 28
(1) Pengusaha taman buru wajib membayar pungutan izin pengusahaan taman buru dan iuran hasil usaha perburuan.
(2) Ketentuan mengenai besarnya pungutan izin pengusahaan taman buru dan iuran hasil usaha perburuan diatur oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari Menteri yang bertanggung jawab bidang keuangan.
Bagian Ketiga
Berakhirnya Pengusahaan Taman Buru
Pasal 29
(1) Pengusahaan taman buru berakhir karena :
a. jangka waktu yang diberikan telah berakhir;
b. dicabut oleh Menteri;
c. diserahkan kembali oleh pengusaha taman buru kepada Pemerintah sebelum jangka waktu yang diberikan berakhir.
(2) Berakhirnya pengusahaan taman buru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menghapuskan kewajibannya untuk :
a. melunasi iuran hasil usaha perburuan dan kewajiban pungutan negara lainnya kepada Pemerintah;
b. melaksanakan semua ketentuan yang ditetapkan dalam rangka berakhirnya izin pengusahaan taman buru.
Pasal 30
Pada saat berakhirnya pengusahaan taman buru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, maka sarana dan prasarana perburuan yang tidak bergerak yang berada di dalam taman buru menjadi milik negara.
Pasal 31
(1) Izin pengusahaan taman buru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b dapat dicabut apabila pengusaha :
a. tidak membayar iuran hasil usaha perburuan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan; atau
b. tidak melaksanakan kegiatannya secara nyata dalam waktu 12 bulan sejak izin diberikan; atau
c. meninggalkan usahanya sebelum jangka waktu yang diberikan berakhir; atau
d. tidak menyerahkan rencana karya pengusahaan dalam waktu 6 bulan sejak izin diberikan; atau
e. memindahtangankan izin pengusahaan taman buru kepada pihak lain tanpa persetujuan Menteri; atau
f. tidak memantau dan tidak menanggulangi adanya penyakit hewan dan penyakit zoonosis serta tidak melaporkan kepada instansi yang berwenang; atau
g. pemegang izin menyewakan dan/atau menggunakan senjata yang tidak sesuai dengan surat izin buru; atau
h. tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf c, atau huruf d, atau huruf e, atau huruf f, atau huruf g, atau huruf h, atau huruf i, atau huruf j, atau huruf l, dan telah diberi peringatan tertulis tiga kali berturut-turut oleh Menteri.
(2) Tata cara pencabutan izin pengusahaan taman buru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
BAB VII
PENGUSAHAAN KEBUN BURU
Bagian Kesatu
Pengusahaan Kebun Buru
Pasal 32
(1) Pengusahaan kebun buru dilaksanakan berdasarkan asas perusahaan tanpa meninggalkan asas konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
(2) Berburu di kebun buru hanya dapat dilakukan untuk kegiatan olah raga berburu dan/atau untuk memperoleh trofi buru.
Pasal 33
(1) Pengusahaan kebun buru dapat diselenggarakan oleh badan usaha yang berbentuk badan hukum.
(2) Izin pengusahaan kebun buru diberikan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
(3) Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 34
Pengusahaan kebun buru meliputi usaha perburuan serta penyediaan sarana dan prasarana perburuan.
Pasal 35
(1) Jangka waktu pengusahaan kebun buru diberikan paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang.
(2) Jangka waktu tersebut diberikan berdasarkan pertimbangan jenis satwa dan jangka waktu masa berlakunya hak atas tanah kebun buru tersebut.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pengusaha
Kebun Buru
Pasal 36
(1) Pengusaha kebun buru berhak untuk :
a. mengelola kegiatan yang sesuai dengan bidang usaha yang tercantum dalam izin usaha kebun buru;
b. menerima imbalan dari pengunjung yang menggunakan jasa yang diusahakannya;
c. mengenakan pungutan hasil buruan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya pungutan hasil buruan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c diatur oleh Menteri.
Pasal 37
Pengusaha kebun buru wajib :
a. membuat dan menyerahkan rencana karya pengusahaan kepada Menteri;
b. melaksanakan kegiatan secara nyata dalam waktu 12 bulan sejak hak diberikan;
c. menyediakan sarana dan prasarana perburuan sesuai dengan rencana karya yang disahkan;
d. mempekerjakan tenaga ahli sesuai dengan kegiatan usahanya;
e. mengikutsertakan masyarakat di sekitar kebun buru dalam kegiatan usahanya;
f. membuat laporan kegiatan pengusahaan secara berkala atas pelaksanaan usahanya kepada Menteri;
g. menjamin keamanan dan ketertiban para pengunjung;
h. memantau dan menanggulangi adanya penyakit hewan menular dan penyakit zoonosis serta melaporkan kepada instansi yang berwenang;
i. wajib memagar seluruh areal kebun buru;
j. berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat sekitar kebun buru;
k. menyediakan satwa buru.
Pasal 38
(1) Pengusaha kebun buru wajib membayar pungutan izin usaha kebun buru dan iuran hasil usaha perburuan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan dan iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan Menteri yang bertanggung jawab bidang keuangan.
Bagian Ketiga
Berakhirnya Pengusahaan Kebun Buru
Pasal 39
(1) Pengusahaan kebun buru berakhir karena :
a. jangka waktu yang diberikan telah berakhir;
b. dicabut oleh Menteri;
c. atas permintaan pengusaha kebun buru kepada Pemerintah sebelum jangka waktunya berakhir.
(2) Berakhirnya pengusahaan kebun buru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban pemegang izin untuk :
a. melunasi iuran hasil usaha perburuan dan kewajiban pungutan negara lainnya;
b. melaksanakan semua ketentuan yang ditetapkan dalam rangka berakhirnya izin usaha kebun buru.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 40
(1) Pencabutan izin usaha kebun buru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b dilakukan apabila pengusaha kebun buru :
a. tidak melaksanakan kegiatannya secara nyata dalam waktu 12 bulan sejak izin diberikan; atau
b. meninggalkan usahanya sebelum jangka waktu yang diberikan berakhir; atau
c. tidak menyerahkan rencana karya pengusahaan dalam waktu 6 bulan sejak izin diberikan; atau
d. memindahtangankan izin usaha kebun buru kepada pihak lain tanpa persetujuan dari Menteri; atau
e. tidak memantau dan tidak menanggulangi adanya penyakit hewan menular dan penyakit zoonosis serta tidak melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang kesehatan hewan; atau
f. Pemegang izin menyewakan dan/atau menggunakan senjata yang tidak sesuai dengan surat izin buru; atau
g. tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf c, atau huruf d, atau huruf e, atau huruf f, atau huruf g, atau huruf i, atau huruf j, atau huruf k dan telah diberikan peringatan tiga kali berturut-turut oleh Menteri.
(2) Tata cara pencabutan izin usaha perburuan kebun buru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
BAB VIII
PENGAWASAN
Pasal 41
(1) Pengawasan terhadap kegiatan perburuan satwa buru dilakukan oleh Menteri.
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi Pemerintah yang terkait.
Pasal 42
(1) Pengawasan pemburuan satwa buru bertujuan untuk mengendalikan kegiatan berburu agar perburuan berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.

BAB IX
SANKSI
Pasal 43
(1) Pemegang izin pengusahaan taman buru yang tidak merehabilitasi kerusakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf g dan atau karena kegiatannya menimbulkan kerusakan taman buru wajib membayar ganti rugi sesuai dengan berat dan intensitas kerusakan yang ditimbulkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menghilangkan tuntutan pidana atas pelanggaran yang dilakukannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka :
1. Jachtverordening Java en Madoera 1940 (Staatsblad 1940 Nomor 247 jo Staatsblad 1941 Nomor 51) yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1952;
2. Jachtverordening Java en Madoera 1941 (Stbl. 1941 No. 57). dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 45
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 April 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Juni 1981
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
MOERDIONO, SH.

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 1994
TENTANG
PERBURUAN SATWA BURU
UMUM
Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa tanah air yang kaya dengan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, antara lain satwa yang beraneka ragam jenisnya.
Untuk melestarikan kekayaan alam yang berupa satwa liar tersebut, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya menetapkan antara lain bahwa pemanfaatan satwa liar dapat dilaksanakan dalam bentuk perburuan, dan pelaksanaannya perlu diatur dengan peraturan perundang-undangan dengan mengindahkan tujuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang tersebut.
Dewasa ini perburuan satwa buru berjalan kurang teratur dan masih banyak pemburuan tanpa izin, yang mengakibatkan terancamnya kelestarian satwa liar.
Perburuan demikian jelas bertentangan dengan azas konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Disisi lain, seiring dengan kemajuan pembangunan dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, minat masyarakat untuk berburu semakin meningkat, sehingga perlu upaya untuk menampung dan mengantisipasi dalam bentuk penyediaan lahan yang dapat diusahakan secara profesional untuk tempat berburu yang berupa taman buru dan kebun buru.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur perburuan sebagian besar merupakan warisan pemerintah kolonial yang beranekaragam coraknya sudah tidak sesuai dengan tingkat perkembangan hukum dan kebutuhan bangsa Indonesia.
Mengingat hal yang demikian, maka dipandang perlu adanya pengaturan kembali masalah perburuan yang berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia yang menjamin pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 dan sebagai pengganti dan penyempurnaan dari Jachtverordening Java and Madura 1940 (Stbl 1940 Nomor 247) dan jachtverordening Java and Madura 1941 (Stbl 1941 Nomor 57).
Maksud dan tujuan dari pada Peraturan Pemerintah tentang Perburuan Satwa Buru ini ialah agar pemburuan satwa buru dapat diatur sedemikian rupa sehingga satwa buru serta lingkungan hidupnya jangan sampai punah dan dengan demikian secara lestari dapat memberi manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Pengertian pemburu termasuk di dalamnya pemburu manca negara. Sesuai dengan kepentingannya maka pemburu dibagi dalam tiga kelompok yaitu pemburu untuk :
a. berolah raga (sport hunter);
b. memperoleh tropy/tanda kemenangan (throphy hunter);
c. memanfaatkan hasil buruan baik hidup atau mati antara lain untuk memperoleh daging (meat hunter), hasil dari satwa buru, atau bagian-bagian dari satwa buru.
Petugas yang mendapat perintah dari pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan berburu tidak termasuk dalam pengertian pemburu.
Angka 4
Satwa liar tertentu adalah satwa liar dengan jenis dan jumlah yang dapat diburu pada setiap musim buru.
Angka 5
Kawasan hutan yang berfungsi sebagai taman buru ditetapkan oleh Menteri.
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Areal buru dapat berupa hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, hutan produksi yang dapat di konversi, tanah negara lainnya, dan tanah milik.
Angka 9
Waktu tertentu adalah waktu di luar waktu satwa buru sedang musim kawin, hamil/bertelur, menyusui anak/membesarkan anak.
Angka 10
Kemampuan dan ketrampilan berburu satwa buru meliputi antara lain teknis berburu, pengetahuan tentang satwa buru, alat berburu, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perburuan satwa buru.
Angka 11
Cukup jelas
Angka 12
Cukup jelas
Angka 13
Cukup jelas
Angka 14
Cukup jelas
Angka 15
Cukup jelas
Angka 16
Cukup jelas
Angka 17
Cukup jelas
Angka 18
Cukup jelas
Angka 19
Yang dimaksud dengan hasil usahanya adalah pendapatan perusahaan yang bersangkutan dari hasil usaha perburuan.
Angka 20
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Menteri dapat menetapkan satwa yang dilindungi sebagai satwa buru dalam rangka pengendalian hama, pembinaan populasi, pembinaan habitat, penelitian dan pengembangan serta rekayasa genetik, dan memperoleh bibit penangkaran dan pemanfaatan hasil penangkaran.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan burung termasuk jenis-jenis unggas yang masih mempunyai sifat liar.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Dalam rangka mengetahui keadaan populasi dan laju pertumbuhan populasi satwa, dilakukan inventarisasi mengenai jenis, jumlah, jenis kelamin, musim kawin, beranak/bertelur, dan umur satwa.
Yang dimaksud dengan jumlah satwa buru adalah jumlah dan jenis satwa yang boleh diburu.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pemasukan satwa buru dari wilayah lain dalam Negara Republik Indonesia ke taman buru dan kebun buru perlu diatur untuk mencegah terjadinya polusi genetik dan menjaga kemantapan ekosistem yang ada. Pengaturan yang diperlukan dengan mempertimbangkan antara lain :
a. letak taman buru dan kebun buru terhadap wilayah sekitarnya;
b. kemungkinan pemagaran;
c. kemungkinan migrasi satwa buru tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan lokasi buru adalah tempat yang dapat dilakukan perburuan di areal buru dalam jangka waktu tertentu.
Pasal 7
Ayat (1)
Adanya musim buru dimaksudkan untuk menjaga kelestarian satwa buru tersebut.
Penetapan musim buru di kebun buru tidak dilakukan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya, tetapi dilakukan oleh pemegang izin kebun buru.
Penetapan musim buru atas satwa buru hasil penangkaran di taman buru dilakukan oleh pemegang izin pengusahaan taman buru sesuai dengan petunjuk Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan peledakan populasi adalah melimpahnya satwa liar secara mendadak sehingga jumlahnya melebihi daya dukung habitat.
Tindakan untuk pengendalian satwa liar yang menjadi hama tersebut harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekosistem. Satwa liar dinyatakan sebagai hama apabila gangguan dari satwa liar tersebut secara ekonomis telah sangat merugikan bagi pertanian.
Dalam hal terjadi peledakan populasi satwa liar yang dilindungi sehingga menjadi hama, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan senjata api buru adalah senjata api di luar senjata organik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang khusus digunakan untuk berburu;
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan alat berburu tradisional adalah alat yang biasa dipergunakan pemburu tradisional antara lain : jerat, perangkap, jaring, tombak, panah, dan sumpit.
Huruf d
Alat berburu lainnya meliputi antara lain panah mekanik, senjata bius, dan alat untuk mengambil sarang burung.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Bagi pemburu yang menggunakan peralatan tradisional dengan hasil buruan untuk diperdagangkan tidak diwajibkan memiliki akta buru, tetapi tetap harus memiliki surat ijin berburu, dan membayar pungutan izin berburu.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Kriteria pemburu tradisional meliputi antara lain berdomisili dalam wilayah kecamatan sekitar tempat berburu, hasil buruan digunakan untuk keperluan adat, dan untuk pemenuhan keperluan hidup sehari-hari, dengan menggunakan alat berburu tradisional.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan identitas ialah meliputi : nama, umum, jenis kelamin dan tempat tinggal.
Pencantuman sanksi dalam akta dikutip dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan dipindahtangankan adalah meliputi peralihan izin berburu kepada orang lain yang tidak berhak.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Terhadap hasil buruan yang akan dibawa oleh pemburu harus dilakukan sertifikasi oleh petugas yang ditunjuk.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Pengertian memanfaatkan hasil buruan yang diperoleh adalah memberi perlakuan yang layak terhadap hasil buruan yaitu dengan tidak :
1. meninggalkan hasil buruan sehingga menimbulkan akibat yang dapat mencemari lingkungan.
2. membuang bangkai atau bagian-bagian lain dari hasil buruannya ke tempat yang dapat mencemari lingkungan.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Membahayakan disini berarti tidak hanya mengancam jiwa manusia melainkan juga menimbulkan gangguan atau keresahan terhadap ketenteraman hidup manusia, atau kerugian materi rusaknya lahan atau tanaman atau hasil pertanian.
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bagian-bagiannya antara lain tanduk, kulit, bulu, taring dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud hasil dari satwa buru antara lain sarang, telur.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 21
Azas konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah tercapainya keserasian dan keseimbangan antara pelestarian kemampuan dengan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Sedangkan azas perusahaan adalah tercapainya kelangsungan usaha dengan diperolehnya keuntungan yang memadai.
Dalam rangka pengusahaan taman buru maka kedua azas tersebut harus dijadikan landasan, sehingga kepentingan konservasi dapat tetap berlangsung dan kepentingan usaha juga terpenuhi.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Penyediaan sarana dan prasarana perburuan antara lain penyediaan satwa buru melalui usaha penangkaran, alat perburu, tempat penginapan, tenda, alat transportasi dan komunikasi, serta jasa perburuan yang meliputi antara lain penyediaan taman buru.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Yang tidak boleh dijadikan agunan adalah kawasannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Yang dimaksud dengan jasa yang diusahakan antara lain penyediaan satwa buru, alat berburu, tempat penginapan, tenda, pemandu buru, alat transportasi dan komunikasi.
Pasal 27
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan kegiatan secara nyata yaitu telah dimulainya pembangunan sarana dan prasarana perburuan.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 23 ayat (1)
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Pengikutsertaan masyarakat dalam kegiatan usaha di taman buru antara lain sebagai pemandu buru, tenaga kerja, pemasok satwa buru hasil penangkaran.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 21
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 34
Lihat penjelasan Pasal 23 ayat (1).
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Jangka waktu izin usaha kebun buru disesuaikan dengan masa berlakunya hak atas tanah (Hak Guna Usaha) yang bersangkutan, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 37
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Lihat penjelasan Pasal 27 huruf b.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 23 huruf (1).
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Lihat penjelasan Pasal 27 huruf e.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Kewajiban memagar seluruh areal kebun buru dimaksudkan untuk mencegah terjadinya polusi genetik dan menjaga keamanan masyarakat di sekitar kebun buru.
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Lihat penjelasan Pasal 23 ayat (1).
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Berakhirnya izin usaha kebun buru tidak menghapuskan hak atas tanah yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
--------------------------------
CATATAN
Kutipan: LEMBAR LEPAS SEKNEG TAHUN 1994

KESANGGUPAN PEMBURU INDONESIA 23 PASAL

KESANGGUPAN PEMBURU INDONESIA

23 PASAL


1) Kami pemburu Indonesia sanggup menyediakan dan menyiapkan diri dalam rangka pembelaan serta pertahanan Negara dan Pemerintah apabila diperlukan!

2) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk tidak menyalahgunakan senjata api berburu yang kami miliki untuk melakukan pelanggaran hukum maupun kejahatan!

3) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap UNDANG-UNDANG, PERATURAN-PERATURAN serta KETENTUAN-KETENTUAN dalam bidang PERBURUAN yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia!

4) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk melaksanakan OLAH RAGA BERBURU secara murni dan jujur, dengan penuh dedikasi, dengan menjunjung tinggi kode etik berburu, dengan disiplin pribadi (self dicipline and self controle) yang tinggi dan menurut cara-cara serta aturan-aturan yang telah digariskan Pemerintah!

5) Kami pemburu Indonesia tidak hanya melakukan perburuan SEBAGAI OLAH RAGA dan kegemaran (hobby) akan tetapi juga memikirkan dan turut serta aktif dalam usaha-usaha PELESTARIAN, KONSERVASI dan PRESERVASI: hutan, satwa liar, flora dan fauna maupun sumber sumber daya alam lainnya!

6) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk se-nantiasa memperhatikan serta melaksanakan masalah keamanan dan keselamatan dalam berburu dengan sebaik-baiknya!

7) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk berusaha semaksimal mungkin untuk menembak satwa buruan dengan satu tembakan yang tepat (clean kill) agar satwa buruan tersebut MATI SEKETIKA dan tidak akan menembak sembarangan atau serampangan sehingga dapat mengakibatkan PENDERITAAN YANG LAMA atau cacad (crippled) kepada satwa buruan yang bersangkutan!

8) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk tidak menembak SATWA BURUAN BETINA yang sedang hamil dan satwa buruan yang BELUM CUKUP DEWASA!

9) Kami pemburu Indonesia adalah penggemar olah-raga berburu sebagai hobby dan bukan sekali-kali PEMBURU DAGING (meat hunter). Bukan pembunuh yang berdarah dingin ataupun pemburu yang gemar melepaskan tembakan dengan seenaknya (trigger happy)!

10) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk TIDAK MEMINJAMKAN senjata api berburu kami kepada orang lain yang kemampuan serta kemahirannya dalam menggunakan senjata api diragukan lebih-lebih kepada orang yang tidak berhak menggunakan!

11) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk tidak memasuki dan melakukan perburuan dalam hutan-hutan serta areal-areal yang dinyatakan terlarang untuk dimasuki tanpa izin seperti: Cagar Alam, Margasatwa, Taman Nasional, Hutan Tertutup dan areal-areal lainnya!

12) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk tidak memasuki areal tanah milik rakyat tanpa izin, merusak atau mengambil tanaman maupun buah-buahan di pekarangan, kebun, sawah maupun ladang mereka!

13) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk senantiasa menghindari sikap perbuatan dan tingkah laku yang dapat merusak citra baik pemburu Indonesia dan yang dapat menimbulkan kerusakan, kebakaran, pencemaran udara dan air dalam hutan maupun tempat-tempat perburuan lainnya!

14) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk senantiasa bersikap ramah, sopan santun, bersahabat terhadap penduduk setempat dan tidak akan melakukan paksaan maupun tindakan lain yang dapat melukai hati mereka!

15) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk TIDAK AKAN MENEMBAK, melukai atau menyakiti binatang-binatang atau satwa liar lainnya yang BUKAN MENJADI TUJUAN (TARGET) dari perburuan tersebut!

16) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk tidak mengambil kesempatan memperkaya diri atau MENCARI KEUNTUNGAN APAPUN JUGA!

17) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk berprinsip tidak akan menjual hasil buruan (jarahan) kami untuk kepentingan apapun juga!

18) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk TIDAK MENYIA-NYIAKAN hasil buruan kami tetapi akan kami manfaatkan dengan sebaik-baiknya!

19) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk senantiasa memelihara persaudaraan, persahabatan, persatuan serta kerukunan atas dasar setia kawan, toleransi, loyalitas dan persuasive terhadap sesama pemburu Indonesia dan senantiasa akan menghindari serta menjauhi persaingan, pertentangan dan percekcokkan diantara sesama pemburu. Apabila terjadi hal-hal semacam itu, maka akan kami selesaikan dengan jalan musyawarah dan mufakat dengan penuh obyektifitas dan kesabaran!

20) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk memberi bantuan ataupun pertolongan kepada sesama pemburu yang mendapat halangan maupun kesulitan, demikian pula akan memberikan pertolongan serta bantuan menurut kemampuan kepada penduduk setempat apabila dibutuhkan!

21) Kami pemburu Indonesia sanggup untuk senantiasa menghormati adat istiadat, tradisi, kepercayaan dan keagamaan dari penduduk setempat dalam melaksanakan perburuan!

22) Kami pemburu Indonesia berjanji bahwa apabila kami melanggar kesanggupan serta kode etik berburu, maka kami bersedia untuk mendapat teguran maupun hukuman dari Pimpinan Perbakin yang berwewenang secara berdiri sendiri atau disamping hukuman dari pihak Pemerintah melalui badan Pengadilan maupun Badan Penegak Hukum lainnya!

23) Hal-hal lain yang tidak tertulis dalam Kesanggupan Pemburu Indonesia ini, tetapi yang menyangkut tentang sikap, tingkah laku, perbuatan, kebiasaan (custom) serta tradisi (tradition) dan lain sebagainya yang dapat menjaga, menegakkan serta meningkatkan harkat, martabat serta citra yang baik bagi Pemburu Indonesia akan kami ikuti dan akan kami laksanakan dengan sebaik-baiknya!

SELESAI
JAKARTA,13 JANUARI 1986


P.B PERBAKIN


BIDANG BERBURU

DAFTAR HEWAN YANG DILINDUNGI DI JAWA BARAT

DAFTAR HEWAN YANG DILINDUNGI DI JAWA BARAT

MAMALIA

1. Ajag/Anjing hutan/Asiatic wild dog/cuon alpanus
2. Badak/Javan rhino/Rhinoceros sondaicus
3. Banteng/Bos javanicus
4. Bajing terbang/Spothed giant flying squirre/Petaurista elegans
5. Jalarang/Giant squirrel/Retufa dicolor
6. Kijang/Muncak/Barking Deer/Muntiacus muntjak
7. Kancil/The larger mouse deer/Tragulus javanicus
8. Kucing hutan/Leopard cat/Fellis bengalensis
9. Kucing Bakau/Fishing cat/Fellis viverrinus
10. Landak/Porcupine/Hystrix brachyuran
11. Macan Tutul/Leopard civet/Cynogale Benneti
12. Musang air/Otter civet/Cynogale Benneti
13. Sigung/Stink badger/Mydaus javanensis
14. Rusa/Deer/Cervus timorensis
15. Trenggiling/Pangolin/Manis javanica
16. Tando/Kubung/Flying lemur/Cynocephalus variegates


Primata

1. Owa/Javan gibbon/Hylobates moloch
2. Surili/Javan leaf monkey/Presbytis aygula
3. Malu-malu/slow loris/Nicticebus concang


BURUNG

Bangau(Suku Ciconidae)

1. Bangau tongtong/Lasser adjutant/Leptoptilos javanicus
2. Bangau putih susu/Bluwok/Milky Stork/Mycteria cinerea
3. Bangau hitam/Wooly necked stork/Ciconia episcopus


Kuntul/Cangak/Blekok

1. Kuntul kerbau/Cattle egret/Bubulcus ibis
2. Kuntul arang/Pacipis reef egret/Egretta sacra
3. Kuntul perak kecil/Little egret/Egretta garzetta
4. Kuntul putih besar/great egret/Egretta alba
5. Kuntul perak/plumed egret/Egretta intermedia
6. Cangak Merah/Purple heron/Ardea purpurea
7. Cangak Abu/Grey heron/Ardea cinerea
8. Cangak laut/Great-billed heron/Ardea sumatrana
9. Blekok sawah/Javand pond heron/Ardeola speciosa
10. Kowak Merah/Rufous night heron/Nycticorax caledonicus
11. Kokokan Sungai/Javand pond heron/Ixobrychus flavicollis
12. Kokokan/Cinnamon bittern/Ixobrychus cinnamomeus.


Ibis (Threskioornithidae)

1. Roko-roko/Glossy ibis/Plegadis falcinollus
2. Ibis Kepala Hitam/Black headed ibis/Threskiornis melanocephalus


Pecuk (Phalacrocoracidae)

1. Pecuk ular/Oreinted darter/arhinga melanogaster
2. Pecuk hitam/Little black cormorant/Phalacrocorax sulcirotris
3. Pecuk padi/Little cormorant/Phalacrocorax niger.


Belibis/Itik (Anatidae)

1. Belibis kecil/LAsser tree duck/Dendrocygna javanica
2. Belibis kembang/Whistling tree duck/Dendrocygna arcuata
3. Itik sayap putih/White wing good duck/Cairina scutulate
4. Itik putih kecil/Cottonpygmi goose/Nettapus coromandelianus
5. Itik kelabu/Grey teal/Anas gibberifrons

Capitonidae

1. Tulung tumpuk/Black banded barbet/Megalaema javensis
2. Bututut/Brown-throated barbet/Megalaema corvina
3. Tengeret Truting/Blue-eared barbet/Megalaema australis
4. Bultok kotak-kotak/Lineated barbet/Megalaema lineata
5. Tohtor/Blue-crowned barbet/Megalaema armillaris

Timiliidae

1. Burung kuda/Red-froned laughing thrush/Garrulax rufifrons
2. Burung kopi/Chestnut-backed scimitas blaber/Pomatorhinus montanus
3. Berecet besar/Large wren babbler/Napothera macrodactyla
4. Tepus leher putih/white-collared tree-babbler/Stachyris thoracica
5. Tepus dada putih/White-breasted tree-babbler/Stachyris grammiceps
6. Burung matahari/Spotted sibia/Crocias albonotatus


Zosteropidae

1. Esenangka gunung/Javan grey-throated white-eye/Lophozosterops javanicus frontalis.
2. Burung kacamata jawa/Javan white-eye/Zosterops flavus
3. Burung kacamata gunung/Mountain white-eye/Zosterops montanus
4. Burung kacamata biasa/Oriental white-eye/Zosterops palperbrosus.


Accipitridae dan Pandionidae

1. Elang tikus/Black shouldered kite/Elanus caeruleus
2. Elang bondol/Brahminy kite/Haliastur Indus
3. Elang laut perut putih/White-belied sea eagle/Halieetus leucogaster
4. Elang ular/Crested serpent eagle/Spilornis cheela
5. Elang Jawa/Javan hawk eagle/Spizaetus bartelsi
6. Sikep madu/Honey buzzard/Pernis ptilorhynchus
7. Elang ikan kepala kelabu/Grey headed fish eagle/Lchthyophaga ichthyaetus
8. Elang garis dagu/Besra/Accipiter virgatus
9. Elang sayap coklat/Rufous winged buzzard/Butastur liventer
10. Elang hitam/Black eagle/Ictinaetus malayensis
11. Elang brontok/Changeable Hawk eagle/Spizaetus spirrhatus.


Nectarinidae

1. Burung (br.) madu kelapa/Broen-throeated sunbird/Anthreptes malacensis
2. Burung madu pipi merah/Ruby-cheeked sunbird/Anthreptes singalensis
3. Burung madu hitam gunung/Purple throated subird/Nectarinia sperata
4. Burung madu merah ekor panjang/Scarlet sunbird/Aethopyga mystacalis.
5. Burung madu merah/Crimson sunbird/Aethopyga siparaja
6. Burung madu gunung/Kuhl’s sunbird/Arthopyga eximialis
7. Burung jantung kecil/Little spider hunter/Arachnothera longirostra
8. Burung jantung besar/Long-billed spiderhunter/Arachnothera robusta
9. Burung jantung gunung/Grey-breated spiderhunter/Arachnothera affinis.


Muscicapidae

1. Kipasan/Pied fantail/Rhipidura javanica
2. Kipasan Mutiara/White-bellied fantail/Rhipidura euryura
3. Kipasan merah/Red-taied fantail/Rhipidura poenicura
4. Sikatan dada merah/Maroon-breated Flycather/Philentoma velatum


Phasiandidae
Merak/Green peafwol/Pavo muticus.

Pittiadae

1. Burung Paok cacing/Banded pitta guajana
2. Burung paok hujan/Blue-winged pitta/pitta moluccensis
3. Burung paok hijau/Hooded pitta/pitta sordida


Bucerotidae

1. Rangkong/Rhinaceros hronbill/Buceros rhinoceros
2. Julang/Wreathed hornbill/Rhyticeros undulatus
3. Kangkareng perut putih/Anthracaceros convexus


Laridae

1. Dara laut jambu/Roseata tern/sterna dougali
2. Dara laut sumatra/black-naped tern/S. Sumatrana
3. Dara laut sayap coklat/S.anaethetus
4. Dara laut kecil/S. albifrons


Burhinidae
Wili-wili/Great reef hick knee/Esacus magnirostris

Alcedinidae
Raja udang/King fisher/Alcedonidae – 10 jenis

Sturnidae
Jalak putih/Black winged starling/Sturnus melanopterus

Reptilita dan Ikan

1. Sanca bodo/Rock phyton/Phyton molurus
2. Buaya siam/Siamese crocodile/Crocodilus siamensis
3. Buaya muara/Marah crocodile/Crocodilus porosus
4. Penyu belimbing/Leathery turtle/dermochelys coriaceae
5. Penyu ridel/Grey olive longgerhead/Lepidochelys olivaceae
6. Penyu tempayan/Red brown longgerhead/Carreta carret
7. Ikan belida jawa/Notaterua sp.

ATURAN KESELAMATAN PENTING UNTUK SENAPAN ANGIN

Senapan angin anda adalah berbahaya dan harus ditangani dengan hati-hati!
• Selalu ingat bahwa Senapan angin anda bukan mainan! Ini adalah nyata, fungsional seperti halnya pistol.
• Selalu mengamati semua penanganan dan prosedur keselamatan senjata api.
• Sebelum Anda menembak apapun, baca dan pahamilah terlebih dahulu instruksi manual dan semua fungsi Senapan angin anda tersebut.
• Sangat penting bahwa semua pengguna memahami penanganan dan fungsi Senapan angin anda.
• Selalu Patuhi dan ikuti semua Peraturan Keamanan : Pelajari bagaimana untuk menangani, beban, membongkar, beroperasi, kebakaran dan perawatan untuk Senapan angin anda tersebut .
• JANGAN PERNAH BERMAIN dengan Senapan angin anda..!. Ini adalah senjata berbahaya ..! yang dapat menyebabkan bahaya serius atau kematian.
• Selalu menjaga Senapan angin anda menunjuk arah yang aman, jangan mengarahkan Senapan angin anda baik dalam keadaan kosong maupun terisi, pada setiap orang atau apapun yang tidak anda berniat untuk menembak.
• Selalu membuat Senapan angin anda tidak dalam keadaan terisi atau kosong sampai siap untuk ditembakkan dan memastikan bahwa itu dalam keadaan tidak terisi pula sebelum anda bersihkan.
• Jauhkan jari Anda dari pemicu sampai Anda benar-benar mengarah pada target dan siap untuk menembak.
• Jangan pernah mengandalkan pada Senapan angin anda untuk melindungi Anda dari kondisi yang tidak aman.
• Sebuah keselamatan adalah alat mekanis, bukan pengganti akal sehat dan prosedur keselamatan yang baik.
• Jangan pernah meninggalkan Senapan angin anda tanpa pengawasan atau di mana bisa berakibat Senapan angin anda rusak dan ditembakkan.
• Jika Senapan angin anda terbentur atau jatuh, kerusakan pada mekanisme presisi internal dapat menyebabkan arah presisi Mimis yang tidak disengaja dan sangat berbahaya.
• Letakkan Senapan angin anda dan Mimis secara terpisah di luar jangkauan anak-anak.
• Pastikan Senapan angin anda dan Mimis dikunci dan diamankan sehingga anak-anak dan individu yang tidak terlatih tidak akan dapat menjangkaunya.
• Perkirakan target dan apa yang berada di antaranya. Tanyakan diri Anda apa Mimis akan berbalik mengenai Anda jika meleset.

Sepuluh Peraturan Keamanan:

1. Selalu menjaga moncongnya menunjuk arah yang aman. Ada beberapa cara aman untuk "membawa" Senapan angin anda tergantung pada situasi. JANGAN SAMPAI MONCONG MENGARAH KEPADA SESEORANG.

2. Perlakukan setiap senjata seolah-olah itu dalam keadaan terisi. Anda tidak pernah bisa yakin bahwa Anda adalah orang terakhir yang menangani Senapan angin anda tersebut. Jangan pernah menggunakan kata-kata siapa pun tentang apakah Senapan angin anda tersebut tidak dalam keadaan terisi. Selalu memeriksa Senapan angin anda untuk melihat apakah Senapan angin anda tersebut dalam keadaan tidak terisi ketika diambil dari tempat penyimpanan atau diterima dari orang lain. SELALU PERLAKUKAN SENAPAN ANGIN ANDA DALAM KEADAAN TERISI MESKIPUN ANDA TAHU BAHWA SENAPAN ANGIN ANDA TERSEBUT KOSONG.

3. Hanya isi atau kokang Senapan angin anda ketika Anda ingin menembak. Sebuah Senapan angin berpeluru tidak mempunyai tempat di dalam rumah.

4. Periksa target dan antara target Anda. Pastikan semua orang yang cukup jelas dari area target sebelum menembak. Periksa belakang dan antara target Anda untuk memastikan Anda memiliki penahan yang aman dan bahwa tidak ada orang atau harta bisa terancam.

5. Siapa pun menembak atau dekat penembak .Harus turut berhati-hati. Juga, semua orang lainnya harus tetap di belakang penembak.

6. Pernah memanjat atau melompat dengan Senapan angin anda?. Anda tidak dapat mengendalikan arah moncong jika Anda tersandung atau jatuh. Anda harus aman meletakkan Senapan angin anda kepada seorang teman sementara Anda naik atau melompat lebih dari apa pun.

7. Hindari memantul. Pernah menembak datar permukaan yang keras atau pada permukaan air ? Mimis dapat memantul..!

8. Jaga moncong tetap jelas. Pernah membiarkan apa pun menghalangi moncong senjata. Jangan biarkan moncong untuk kontak langsung dengan tanah.

9. Senapan angin anda bila tidak digunakan harus selalu diturunkan. Menjaga senjata diturunkan bila tidak digunakan sangat penting untuk keselamatan Anda dan orang lain. Taruh Senapan angin anda sehingga mereka tidak bisa diakses oleh orang lain dan simpan mimis terpisah dari Senapan angin anda.

10. Menghormati hak milik orang lain. Apakah anda berlatih menembak atau berburu, Jika Anda seorang tamu pada lingkungan orang lain, anda harus menjaga dan meninggalkan tempat tersebut persis seperti yang Anda mendatanginya.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN TENTANG PENETAPAN MUSIM BERBURU DI TAMAN BURU DAN AREAL BURU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
Nomor : 461/Kpts-II/1999

TENTANG

PENETAPAN MUSIM BERBURU DI TAMAN BURU DAN AREAL BURU

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

Menimbang :

1. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994, telah ditetapkan ketentuan tentang Perburuan Satwa Buru;
2. bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994, maka dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan tentang Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru.

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994;
5. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998;
6. Keputusan Presiden Nomor 192 Tahun 1998;
7. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 138/Kpts-II/1999;
8. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 245/Kpts-II/1999.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN TENTANG PENETAPAN MUSIM BERBURU DI TAMAN BURU DAN AREAL BURU.

Pasal 1

(1) Berburu di taman buru dan areal buru hanya dapat dilakukan pada musim berburu.

(2) Musim berburu atas jenis satwa buru di taman buru dan areal buru adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.

(3) Penetapan musim berburu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan syarat sebagai berikut:

1. keadaan populasi dan jenis satwa buru;
2. musim kawin;
3. musim beranak/bertelur;
4. perbandingan jantan betina;
5. umur satwa buru.

Pasal 2

(1) Penatapan musim berburu atas jenis satwa buru di kebun buru dilakukan oleh pemegang kebun buru.

(2) Penetapan musim berburu atas jenis satwa buru sebagai hasil penangkaran di taman buru dilakukan oleh pemegang ijin pengusahaan taman buru sesuai dengan petunjuk Menteri Kehutanan dan Perkebunan.

Pasal 3

Pemburu yang berburu di luar musim buru sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan ini, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 4

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 23 Juni 1999

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,
ttd.
Dr. Ir. MUSLIMIN NASUTION

Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI,
ttd.
YB. WIDODO SUTOYO, SH, MM, MBA
NIP. 080023934

Salinan Keputusan ini
Disampaikan kepada Yth. :

1. Sdr. Menteri Dalam Negeri
2. Sdr. Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya
3. Sdr. Menteri Negara Lingkungan Hidup
4. Sdr. Kepala Kepolisian Republik Indonesia
5. Sdr. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia
6. Sdr. Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan dan Perkebunan
7. Sdr. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan Propinsi di seluruh Indonesia
8. Sdr. Kepala Dinas Kehutanan Dati I seluruh Indonesia
9. Sdr. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam seluruh Indonesia

Lampiran

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
Nomor : 461/Kpts-II/1999
Tanggal : 23 Juni 1999

TENTANG

PENETAPAN MUSIM BERBURU JENIS-JENIS SATWA BURU DI TAMAN BURU DAN AREAL BURU
No. JENIS SATWA BURU MUSIM BERBURU
(BULAN)

GOLONGAN BURUNG
1 Siau/Ayam Kalimantan (Rolulus rou-rou) Jan s/d Des
2 Merpati/Dara (Columbia livia) Jan s/d Des
3 Tekukur (Streptospelia chinensis) Jan s/d Des
4 Pecuk padi (Anhingga sp) Jan s/d Des
5 Kowak maling (Nycticorac nycticorac) Jan s/d Des
6 Kumkum putih (Dukula bicolor) Jan s/d Des
7 Bebek rawa (Dendrocyna gugata) Jan s/d Des
8 Angsa Irian (Anseranas semipalmata) Jan s/d Des
9 Pucuk ular (Anhinga melanigaster) Jan s/d Des
10 Itik raja (Todorna rajah) Jan s/d Des

GOLONGAN SATWA KECIL
1 Bajing kelapa (Calloeciurus kalianda) Jan s/d Des
2 Tupai tanah (Tupaia tana) Jan s/d Des
3 Bajing tiga warna (Calloeciurus provosti) Jan s/d Des
4 Bajing gula (Ptaurus breviceps) Jan s/d Des
5 Bajing kepala (Calloeciurus nonatus albescens) Jan s/d Des
6 Bajing kelapa (Calloeciurus notatus) Jan s/d Des
7 Bajing terbang (Petaurilus hosei) Jan s/d Des
8 Kalong (Pteropus vampyrus) Jan s/d Des
9 Bajing coklat Sulawesi (Honnosciurus melanostis) Jan s/d Des
10 Jelarang (Ratufa bicolor) Jan s/d Des
11 Kelinci liar Sumatera (Nesolagus netseheri) Jan s/d Des
12 Bajing besar paha putih (Ratufa affinis) Jan s/d Des
13 Musang air (Vivera tangalinga) Jan s/d Des
14 Musang Jawa (Paradoekonus hermaproditus) Jan s/d Des
15 Musang barvata (Paguma larvata) Jan s/d Des
16 Musang air (Viverriculta malacca) Jan s/d Des
17 Oposum bergaris (Arctagalida trivigata) Jan s/d Des
18 Kera ekor panjang (Macaca) Jan s/d Des
19 Beruk (Macaca nemestriana) Jan s/d Des
20 Lutung (Presbitis cristata) Jan s/d Des
21 Biawak (Varanus beccari) Jan s/d Des
22 Biawak tanjung (Varanus salvari) Jan s/d Des
23 Biawak air tawar (Varanus salvator) Jan s/d Des
24 Biawak totol hitam (Varanus similis) Jan s/d Des
25 Biawak kordensis (Varanus kordensis) Jan s/d Des
26 Biawak air tawar (Varanus kallabeck) Jan s/d Des
27 Kedih (Presbitis thomasi) Jan s/d Des
SATWA BESAR
1 Babi hutan (Sus scrofa, Sus vittatus, dan Sus barbatus) Peb s/d Okt
2 Babi hutan berkutil (Sus verrucosus dan Sus verrucosus blochi) Peb s/d Okt
3 Sapi liar (Bos javanicus) Peb s/d Jun
4 Kerbau liar (Bubalus bubalus) Peb s/d Jun

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,
ttd.
Dr. Ir. MUSLIMIN NASUTION
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI,
ttd.
YB. WIDODO SUTOYO, SH, MM, MBA
NIP. 080023934

BELAJAR DARI SNIPER

Sniper, atau penembak runduk, adalah seorang prajurit infanteri yang secara khusus terlatih untuk mempunyai kemampuan membunuh musuh secara tersembunyi dari jarak jauh dengan menggunakan senapan.

Istilah ini muncul pada tahun 1770-an, pada prajurit-prajurit Kolonial Inggris di India, dari kata snipe, yaitu sejenis burung yang sangat sulit untuk didekati dan ditembak. Mereka-mereka yang mahir memburu burung ini diberi julukan "sniper".[1]

Dalam beberapa dekade terakhir istilah sniper telah digunakan secara meluas dan tidak tepat, terutama oleh media. Istilah sniper, secara tidak tepat, digunakan untuk mendeskripsikan penembak jitu polisi, pelaku asasinasi, penembak yang menembak bukan dari jarak dekat, serta kriminal yang membunuh dengan menggunakan senapan laras panjang



Sniper dalam peperangan

Doktrin militer tentang sniper dalam posisinya pada unit militer, lokasi menembak, dan taktik berbeda pada setiap negara. Secara umum, tujuan sniper dalam peperangan adalah mengurangi kemampuan tempur musuh dengan cara membunuh sasaran yang bernilai tinggi, seperti perwira.

Dalam doktrin Amerika Serikat, Inggris, dan banyak negara lainnya , sniper dipakai dalam tim sniper, yang berisi hanya dua orang. Dua orang ini mempunyai fungsi yang berbeda, satu sebagai penembak, dan satu orang lagi sebagai spotter yaitu penunjuk sasaran. Dalam prakteknya, spotter dan penembak biasa bergiliran menembak, agar mengurangi kelelahan pada mata.

Misi sniper adalah pengintaian dan pengamatan, anti-sniper, membunuh komandan musuh, memilih target sendiri secara oportunis, dan bahkan tugas anti material (penghancuran peralatan militer), yang memerlukan senapan berkaliber besar seperti .50 BMG. Pada perang di Iraq, sniper semakin banyak digunakan sebagai peran pendukung, yaitu untuk melindungi pergerakan infanteri, khususnya di daerah perkotaan.

Saat ini, rekor jarak terjauh untuk tembakan sniper adalah 2.430 meter, dilakukan oleh sniper Kanada bernama Corporal Rob Furlong pada tahun 2002 ketika Invasi Afghanistan, menggunakan senapan bolt-action kaliber .50 McMillan. Hal ini berarti anak peluru terbang selama empat detik dan mengalami penurunan sebanyak 44.5 meter. Rekor sebelumnya dipegang oleh Carlos Hathcock, diperoleh dalam Perang Vietnam dengan jarak tembak 2.250 meter.



Sniper kepolisian

Polisi biasanya menurunkan sniper dalam penanganan skenario penyanderaan. Mereka dilatih untuk menembak sebagai pilihan terakhir, hanya jika nyawa sandera terancam langsung. Sniper polisi biasanya beroperasi dalam jarak yang lebih dekat dari pada sniper militer. Biasanya di bawah 100 meter dan bahkan kadang kadang kurang dari 50 meter. Karena inilah sniper polisi lebih tepat disebut sebagai penembak jitu. Sniper polisi lebih terlatih menembak untuk membunuh daripada melumpuhkan,[2] walaupun terdapat beberapa pengecualian dengan hasil yang bervariasi.




Perbedaan penembak runduk dengan penembak jitu

Beberapa doktrin membedakan antara penembak runduk (sniper) dengan penembak jitu (marksman, sharpshooter, atau designated marksman). Sniper terlatih sebagai ahli stealth dan kamuflase, sedangkan penembak jitu tidak. Sniper merupakan bagian terpisah dari regu infanteri, yang juga berfungsi sebagai pengintai dan memberikan informasi lapangan yang sangat berharga, sniper juga memiliki efek psikologis terhadap musuh. Sedangkan peran penembak jitu intinya adalah untuk memperpanjang jarak jangkauan pada tingkat regu.


Penembak jitu umumnya memiliki jangkauan sampai 800 meter, sedangkan sniper bisa sampai 1500 meter atau lebih. Ini dikarenakan sniper pada umumnya menggunakan senapan runduk bolt-action khusus, sedangkan penembak jitu menggunakan senapan semi-otomatis, yang biasanya berupa senapan tempur atau senapan serbu yang dimodifikasi dan ditambah teleskop.

Sniper telah mendapatkan pelatihan khusus untuk menguasai teknik bersembunyi, pemakaian kamuflase, keahlian pengintaian dan pengamatan, serta kemampuan infiltrasi garis depan. Ini membuat sniper memiliki peran strategis yang tidak dimiliki penembak jitu. Penembak jitu dipasang pada tingkat regu, sedangkan sniper pada tingkat batalion dan tingkat kompi.



Senapan runduk

Kebanyakan senapan runduk sampai era Perang Dunia II dibuat berdasarkan senapan standar di negara bersangkutan. Termasuk diantaranya senapan K98k Mauser dari Jerman, Springfield 1903 dan M1 Garand dari Amerika Serikat, Mosin-Nagant dari Soviet, Arisaka dari Jepang, dan Lee Enfield No. 4 dari Inggris. Senapan-senapan ini dimodifikasi dengan ditambahkan laras khusus, alat bidik teleskop, bipod, bantalan pipi, penyembunyi kilatan, dan lain-lain.

Senapan-senapan yang dibuat khusus sebagai senapan runduk baru dimulai pada tahun 1960an. Tujuannya adalah untuk meningkatkan akurasi sebaik mungkin. Senapan-senapan ini dibuat khusus untuk bisa menahan panas, menahan getaran, dan hal-hal lain yang bisa mengurangi akurasi.



Kamuflase

Sniper menggunakan kamuflase dan membatasi gerakan mereka, agar tidak bisa dideteksi.

Bidikan teleskopik harus mendapatkan perhatian khusus, karena lensa dari alat bidik harus terbuka, tapi dalam keadaan terbuka akan dapat memantulkan cahaya matahari, dan ini bisa membeberkan posisi sniper. Solusi yang biasa digunakan adalah mencari tempat bersembunyi yang tidak terkena cahaya matahari langsung, atau dengan menutupi lensa dengan sesuatu yang tidak memantulkan cahaya, seperti sebuah kain tipis.

Sniper modern juga harus memperhatikan kamuflase mereka jika dilihat dengan cahaya infra-merah, karena militer modern sudah menggunakan penglihatan suhu (thermal vision), menggantikan night vision, yang hanya meningkatkan intensitas cahaya. Bahan pakaian dan peralatan bisa muncul bila dilihat dengan alat thermal vision. Maka sniper juga bisa memakai bahan lain seperti plastik, atau bahan khusus seperti selimut thermal, atau bahan lain yang tidak terdeteksi oleh thermal vision.

KRITERIA SEORANG PEMBURU

1. Hobi berburu.
2. Kondisi fisik. Karena sering beroperasi dimedan yang sulit.Kondisi fisik seorang pemburu harus sangat prima. Kondisi kesehatan prima dengan daya reflek yang tinggi, stamina dan kinerja otot tubuh yang baik.
3. Sehat mata.
4. Usahakan untuk tidak merokok atau senang menggunakan sesuatu yang dapat menimbulkan bebauan.
5. Kondisi mental yang baik. Memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
6. Cerdas (intelligence). Karena seorang pemburu memerlukan berbagai keahlian, maka pemburu harus cerdas dan mampu mengoperasikan berbagai peralatan seperti mampu menghitung kemampuan mimis yang akan digunakan, penyetelan alat bidik ( Riflescope) dan perhitungan kecepatan serta arah angin. Kemampuan navigasi didarat. Dapat membuat keputusan secara tepat.
7. Keseimbangan emosi. Mampu mengontrol emosi, sabar dalam menghadapi berbagai situasi, termasuk dalam melakukan rencana penembakan.
8. Keahlian lapangan. Pemburu harus familiar dengan situasi kondisi lapangan. Memiliki pengetahuan mengenai alam sekitar dimana dia akan berburu.
9. Selalu Ingat akan Berdoa


Dalam berburu menurut saya juga ada beberapa indikator yang harus diperhatikan.jangan sampai kita mudah diketahui oleh mangsa.

Hal tersebut adalah :

a. Suara.
b. Gerakan.
c. Penyamaran
d. Gangguan alam
e. Bebauan/wewangian

Suara bising dan kilatan yang ditimbulkan oleh peralatan yang dibawa, termasuk pantulan cahaya dari kulit badan dan gerakan mata,gerakan cepat atau merayap yang dapat mudah terdeteksi, bentuk dan warna perlengkapan penyamaran / Kontras dengan latar alam sekitar, Kebisingan hewan yang tiba-tiba diam, bebauan (bau badan, bau asap rokok dan lain-lain).

Hal-hal semacam tersebut diatas akan sangat mengganggu keberhasilan berburu kita.

ATURAN GERAKAN

1. Selalu berasumsi bahwa daerah dimana kita berada, sedang dalam pengawasan mangsa.
2. Bergerak lambat. Sebaiknya pemburu menghitung gerakannya dalam ukuran inci atau kaki.
3. jangan menimbulkan gerakan berlebihan pada pohon, semak, atau rumput tinggi dengan mencekalnya.
4. Merencanakan setiap gerakan dan bergerak dalam segmen rute seketika.
5. Berhenti, perhatikan dan dengar situasi sekitar.
6. Bergerak saat ada kebisingan,aktifitas mangsa itu sendiri, suara binatang lain , angin atau apa saja yang dapat mengalihkan perhatian mangsa.
7. Bila Mangsa curiga oleh gerakan kita dan dia menghentikan aktifitasnya, cobalah untuk tetap tenang dan jangan bergerak sampai mangsa merasa tenang kembali.

PEMILIHAN RUTE

1. Hindari posisi diketahui mangsa dan hindari halangan medan.
2. Prediksi jarak maksimal untuk melakukan tembakan yang efektif.
3. Cari semak belukar atau area yang dapat memberikan perlindungan dan penyamaran.
4. Ambil keuntungan dari medan yang sulit (rawa, kepadatan rimba dll.)
5. Jangan menggunakan jalur, jalan raya atau jalan setapak yang ada.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TANGGAL 27 JANUARI 1999

LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1999
TANGGAL 27 JANUARI 1999

TENTANG HEWAN YANG DILINDUNGI DI SELURUH WILAYAH REPUBLIK INDONESIA

I. MAMALIA (Menyusui)

1 Anoa depressicornis Anoa dataran rendah, Kerbau pendek

2 Anoa quarlesi Anoa pegunungan

3 Arctictis binturong Binturung

4 Arctonyx collaris Pulusan

5 Babyrousa babyrussa Babirusa

6 Balaenoptera musculus Paus biru

7 Balaenoptera physalus Paus bersirip

8 Bos sondaicus Banteng

9 Capricornis sumatrensis Kambing Sumatera

10 Cervus kuhli; Axis kuhli Rusa Bawean

11 Cervus spp. Menjangan, Rusa sambar (semua jenis dari genus Cervus)

12 Cetacea Paus (semua jenis dari famili Cetacea)

13 Cuon alpinus Ajag

14 Cynocephalus variegatus Kubung, Tando, Walangkekes

15 Cynogale bennetti Musang air

16 Cynopithecus niger Monyet hitam Sulawesi

17 Dendrolagus spp. Kanguru pohon (semua jenis dari genus Dendrolagus)

18 Dicerorhinus sumatrensis Badak Sumatera

19 Dolphinidae Lumba-lumba air laut (semua jenis dari famili Dolphinidae)

20 Dugong dugon Duyung

21 Elephas indicus Gajah

22 Felis badia Kucing merah

23 Felis bengalensis Kucing hutan, Meong congkok

24 Felis marmorota Kuwuk

25 Felis planiceps Kucing dampak

26 Felis temmincki Kucing emas

27 Felis viverrinus Kucing bakau

28 Helarctos malayanus Beruang madu

29 Hylobatidae Owa, Kera tak berbuntut (semua jenis dari famili Hylobatidae)

30 Hystrix brachyura Landak

31 Iomys horsfieldi Bajing terbang ekor merah

32 Lariscus hosei Bajing tanah bergaris

33 Lariscus insignis Bajing tanah, Tupai tanah

34 Lutra lutra Lutra

35 Lutra sumatrana Lutra Sumatera

36 Macaca brunnescens Monyet Sulawesi

37 Macaca maura Monyet Sulawesi

38 Macaca pagensis Bokoi, Beruk Mentawai

39 Macaca tonkeana Monyet jambul

40 Macrogalidea musschenbroeki Musang Sulawesi

41 Manis javanica Trenggiling, Peusing

42 Megaptera novaeangliae Paus bongkok

43 Muntiacus muntjak Kidang, Muncak

44 Mydaus javanensis Sigung

45 Nasalis larvatus Kahau, Bekantan

46 Neofelis nebulusa Harimau dahan

47 Nesolagus netscheri Kelinci Sumatera

48 Nycticebus coucang Malu-malu

49 Orcaella brevirostris Lumba-lumba air tawar, Pesut

50 Panthera pardus Macan kumbang, Macan tutul

51 Panthera tigris sondaica Harimau Jawa

52 Panthera tigris sumatrae Harimau Sumatera

53 Petaurista elegans Cukbo, Bajing terbang

54 Phalanger spp. Kuskus (semua jenis dari genus Phalanger)

55 Pongo pygmaeus Orang utan, Mawas

56 Presbitys frontata Lutung dahi putih

57 Presbitys rubicunda Lutung merah, Kelasi

58 Presbitys aygula Surili

59 Presbitys potenziani Joja, Lutung Mentawai

60 Presbitys thomasi Rungka

61 Prionodon linsang Musang congkok

62 Prochidna bruijni Landak Irian, Landak semut

63 Ratufa bicolor Jelarang

64 Rhinoceros sondaicus Badak Jawa

65 Simias concolor Simpei Mentawai

66 Tapirus indicus Tapir, Cipan, Tenuk

67 Tarsius spp. Binatang hantu, Singapuar (semua jenis dari genus Tarsius)

68 Thylogale spp. Kanguru tanah (semua jenis dari genus Thylogale)

69 Tragulus spp. Kancil, Pelanduk, Napu (semua jenis dari genus Tragulus)

70 Ziphiidae Lumba-lumba air laut (semua jenis dari famili Ziphiidae)

II. AVES (Burung)

71 Accipitridae Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Accipitridae)

72 Aethopyga exima Jantingan gunung

73 Aethopyga duyvenbodei Burung madu Sangihe

74 Alcedinidae Burung udang, Raja udang (semua jenis dari famili Alcedinidae)

75 Alcippe pyrrhoptera Brencet wergan

76 Anhinga melanogaster Pecuk ular

77 Aramidopsis plateni Mandar Sulawesi

78 Argusianus argus Kuau

79 Bubulcus ibis Kuntul, Bangau putih

80 Bucerotidae Julang, Enggang, Rangkong, Kangkareng (semua jenis dari famili Bucerotidae)

81 Cacatua galerita Kakatua putih besar jambul kuning

82 Cacatua goffini Kakatua gofin

83 Cacatua moluccensis Kakatua Seram

84 Cacatua sulphurea Kakatua kecil jambul kuning

85 Cairina scutulata Itik liar

86 Caloenas nicobarica Junai, Burung mas, Minata

87 Casuarius bennetti Kasuari kecil

88 Casuarius casuarius Kasuari

89 Casuarius unappenddiculatus Kasuari gelambir satu, Kasuari leher kuning

90 Ciconia episcopus Bangau hitam, Sandanglawe

91 Colluricincla megarhyncha Burung sohabe coklat

92 Crocias albonotatus Burung matahari

93 Ducula whartoni Pergam raja

94 Egretta sacra Kuntul karang

95 Egretta spp. Kuntul, Bangau putih (semua jenis dari genus Egretta)

96 Elanus caerulleus Alap-alap putih, Alap-alap tikus

97 Elanus hypoleucus Alap-alap putih, Alap-alap tikus

98 Eos histrio Nuri Sangir

99 Esacus magnirostris Wili-wili, Uar, Bebek laut

100 Eutrichomyias rowleyi Seriwang Sangihe

101 Falconidae Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Falconidae)

102 Fregeta andrewsi Burung gunting, Bintayung

103 Garrulax rufifrons Burung kuda

104 Goura spp. Burung dara mahkota, Burung titi, Mambruk (semua jenis dari genus Goura)

105 Gracula religiosa mertensi Beo Flores

106 Gracula religiosa robusta Beo Nias

107 Gracula religiosa venerata Beo Sumbawa

108 Grus spp. Jenjang (semua jenis dari genus Grus)

109 Himantopus himantopus Trulek lidi, Lilimo

110 Ibis cinereus Bluwok, Walangkadak

111 Ibis leucocephala Bluwok berwarna

112 Lorius roratus Bayan

113 Leptoptilos javanicus Marabu, Bangau tongtong

114 Leucopsar rothschildi Jalak Bali

115 Limnodromus semipalmatus Blekek Asia

116 Lophozosterops javanica Burung kacamata leher abu-abu

117 Lophura bulweri Beleang ekor putih

118 Loriculus catamene Serindit Sangihe

119 Loriculus exilis Serindit Sulawesi

120 Lorius domicellus Nori merah kepala hitam

121 Macrocephalon maleo Burung maleo

122 Megalaima armillaris Cangcarang

123 Megalaima corvina Haruku, Ketuk-ketuk

124 Megalaima javensis Tulung tumpuk, Bultok Jawa

125 Megapoddidae Maleo, Burung gosong (semua jenis dari famili Megapododae)

126 Megapodius reintwardtii Burung gosong

127 Meliphagidae Burung sesap, Pengisap madu (semua jenis dari famili Meliphagidae)

128 Musciscapa ruecki Burung kipas biru

129 Mycteria cinerea Bangau putih susu, Bluwok

130 Nectariniidae Burung madu, Jantingan, Klaces (semua jenis dari famili Nectariniidae)

131 Numenius spp. Gagajahan (semua jenis dari genus Numenius)

132 Nycticorax caledonicus Kowak merah

133 Otus migicus beccarii Burung hantu Biak

134 Pandionidae Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Pandionidae)

135 Paradiseidae Burung cendrawasih (semua jenis dari famili Paradiseidae)

136 Pavo muticus Burung merak

137 Pelecanidae Gangsa laut (semua jenis dari famili Pelecanidae)

138 Pittidae Burung paok, Burung cacing (semua jenis dari famili Pittidae)

139 Plegadis falcinellus Ibis hitam, Roko-roko

140 Polyplectron malacense Merak kerdil

141 Probosciger aterrimus Kakatua raja, Kakatua hitam

142 Psaltria exilis Glatik kecil, Glatik gunung

143 Pseudibis davisoni Ibis hitam punggung putih

144 Psittrichas fulgidus Kasturi raja, Betet besar

145 Ptilonorhynchidae Burung namdur, Burung dewata

146 Rhipidura euryura Burung kipas perut putih, Kipas gunung

147 Rhipidura javanica Burung kipas

148 Rhipidura phoenicura Burung kipas ekor merah

149 Satchyris grammiceps Burung tepus dada putih

150 Satchyris melanothorax Burung tepus pipi perak

151 Sterna zimmermanni Dara laut berjambul

152 Sternidae Burung dara laut (semua jenis dari famili Sternidae)

153 Sturnus melanopterus Jalak putih, Kaleng putih

154 Sula abbotti Gangsa batu aboti

155 Sula dactylatra Gangsa batu muka biru

156 Sula leucogaster Gangsa batu

157 Sula sula Gangsa batu kaki merah

158 Tanygnathus sumatranus Nuri Sulawesi

159 Threskiornis aethiopicus Ibis putih, Platuk besi

160 Trichoglossus ornatus Kasturi Sulawesi

161 Tringa guttifer Trinil tutul

162 Trogonidae Kasumba, Suruku, Burung luntur

163 Vanellus macropterus Trulek ekor putih

III. REPTILIA (Melata)

164 Batagur baska Tuntong

165 Caretta caretta Penyu tempayan

166 Carettochelys insculpta Kura-kura Irian

167 Chelodina novaeguineae Kura Irian leher panjang

168 Chelonia mydas Penyu hijau

169 Chitra indica Labi-labi besar

170 Chlamydosaurus kingii Soa payung

171 Chondropython viridis Sanca hijau

172 Crocodylus novaeguineae Buaya air tawar Irian

173 Crocodylus porosus Buaya muara

174 Crocodylus siamensis Buaya siam

175 Dermochelys coriacea Penyu belimbing

176 Elseya novaeguineae Kura Irian leher pendek

177 Eretmochelys imbricata Penyu sisik

178 Gonychephalus dilophus Bunglon sisir

179 Hydrasaurus amboinensis Soa-soa, Biawak Ambon, Biawak pohon

180 Lepidochelys olivacea Penyu ridel

181 Natator depressa Penyu pipih

182 Orlitia borneensis Kura-kura gading

183 Python molurus Sanca bodo

184 Phyton timorensis Sanca Timor

185 Tiliqua gigas Kadal Panan

186 Tomistoma schlegelii Senyulong, Buaya sapit

187 Varanus borneensis Biawak Kalimantan

188 Varanus gouldi Biawak coklat

189 Varanus indicus Biawak Maluku

190 Varanus komodoensis Biawak komodo, Ora

191 Varanus nebulosus Biawak abu-abu

192 Varanus prasinus Biawak hijau

193 Varanus timorensis Biawak Timor

194 Varanus togianus Biawak Togian

IV. INSECTA (Serangga)

195 Cethosia myrina Kupu bidadari

196 Ornithoptera chimaera Kupu sayap burung peri

197 Ornithoptera goliath Kupu sayap burung goliat

198 Ornithoptera paradisea Kupu sayap burung surga

199 Ornithoptera priamus Kupu sayap priamus

200 Ornithoptera rotschldi Kupu burung rotsil

201 Ornithoptera tithonus Kupu burung titon

202 Trogonotera brookiana Kupu trogon

203 Troides amphrysus Kupu raja

204 Troides andromanche Kupu raja

205 Troides criton Kupu raja

206 Troides haliphron Kupu raja

207 Troides helena Kupu raja

208 Troides hypolitus Kupu raja

209 Troides meoris Kupu raja

210 Troides miranda Kupu raja

211 Troides plato Kupu raja

212 Troides rhadamantus Kupu raja

213 Troides riedeli Kupu raja

214 Troides vandepolli Kupu raja

V. PISCES (Ikan)

215 Homaloptera gymnogaster Selusur Maninjau

216 Latimeria chalumnae Ikan raja laut

217 Notopterus spp. Belida Jawa, Lopis Jawa (semua jenis dari genus Notopterus)

218 Pritis spp. Pari Sentani, Hiu Sentani (semua jenis dari genus Pritis)

219 Puntius microps Wader goa

220 Scleropages formasus Peyang malaya, Tangkelasa

221 Scleropages jardini Arowana Irian, Peyang Irian, Kaloso

VI. ANTHOZOA

222 Anthiphates spp. Akar bahar, Koral hitam (semua jenis dari genus Anthiphates)

VII. BIVALVIA

223 Birgus latro Ketam kelapa

224 Cassis cornuta Kepala kambing

225 Charonia tritonis Triton terompet

226 Hippopus hippopus Kima tapak kuda, Kima kuku beruang

227 Hippopus porcellanus Kima Cina

228 Nautilus popillius Nautilus berongga

229 Tachipleus gigas Ketam tapak kuda

230 Tridacna crocea Kima kunia, Lubang

231 Tridacna derasa Kima selatan

232 Tridacna gigas Kima raksasa

233 Tridacna maxima Kima kecil

234 Tridacna squamosa Kima sisik, Kima seruling

235 Trochus niloticus Troka, Susur bundar

236 Turbo marmoratus Batu laga, Siput hijau

PERIZINAN KEPEMILIKAN SENJATA

Persyaratan Untuk Kepemilikan Senjata Api (IKHSA)
1. Foto Copy KTP 1 lembar
2. Foto Copy KTA 1 lembar
3. Foto Copy Kartu Keluarga (KK) 1 lembar
4. Foto Copy SIUP 1 lembar
5. Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB) 1 lembar
6. Surat Keterangan Jabatan/SKEP Jabatan 1 lembar
7. Pas Foto Ukuran 4x6 Hitam Putih (berdasi) 5 lembar
8. Pas Foto Ukuran 3x4 Berwarna (berdasi) 5 lembar
9. Pas Foto Ukuran 2x3 Berwarna (berdasi) 5 lembar
10.Tes Kesehatan/kesehatan Jiwa (KESWA) dari RUMKIT POLPUS RS.SUKANTO
1 lembar
11.Tes Kesehatan dan Tes Psikis dari POLRI 1 lembar
12.Sertifikat / Surat Keterangan Menembak dari PUSDIK POLAIRUD 1 lembar
Keterangan :
- Untuk Swasta
- Untuk Pejabat Instansi Pemerintah
- Untuk Kepolisian / ABRI
Persyaratan Untuk Kepemilikan Senjata Karet / Gas
1. Foto Copy KTP 1 lembar
2. Foto Copy Kartu Anggota SATPAM/POLSUS 1Lembar
3. Fotocopy Kartu Keluarga (KK) 1 lembar
4. Fotocopy SIUP/Surat Keterangan Kerja 1 lembar
5. Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB) 1 lembar
6. Pas Foto Ukuran 2x3 Berwarna (berdasi) 5 lembar
7. Pas Foto Ukuran 4x6 Hitam Putih (berdasi) 8 lembar
8. Hasil Psikotest ** 1 lembar
9. Surat Keterangan Sehat dari Dokter 1 lembar
Keterangan:
** Tidak berlaku bagi Kepemilikan Senjata Gas